JAKARTA - Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan Indonesia berupaya mendapatkan pengecualian dari tarif perdagangan baru yang hendak diterapkan negara-negara Amerika Latin. Upaya ini menjadi bagian dari strategi untuk memperkuat kerja sama bilateral dengan Meksiko.
Budi menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan pertemuan online untuk meminta agar Indonesia dikecualikan dari tarif tersebut. “Kalau enggak kecualikan, ya enggak usah bilateral berarti,” ujarnya saat Rapimnas Kadin Indonesia 2025 di Jakarta, Senin, 1 Desember 2025.
Strategi ‘Gertak’ dalam Negosiasi Dagang
Menurut Budi, strategi ini merupakan langkah diplomasi ekonomi yang wajar, karena kedua negara saling membutuhkan dalam perdagangan komoditas penting. Ia menekankan bahwa pendekatan persuasif dan sedikit ‘gertak’ bisa mempercepat penyelesaian perjanjian dagang.
Budi mencontohkan pengalaman Indonesia dengan Peru dalam Indonesia-Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP-CEPA). Proses tersebut selesai dalam waktu kurang dari dua tahun karena total nilai perdagangan yang relatif kecil, berbeda dengan kasus Uni Eropa yang membutuhkan waktu 10 tahun.
Target Penyelesaian Perjanjian dengan Meksiko
Mendag berharap perjanjian bilateral dengan Meksiko bisa rampung dalam waktu sekitar tiga bulan. Ia menekankan pentingnya Meksiko segera mengesahkan kerja sama agar kedua negara dapat saling memperkuat perdagangan dan investasi.
Budi mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Menteri Ekonomi Meksiko, Marcelo Luis Ebrard Casaubon, telah dilakukan di Gyeongju, Korea Selatan, pada Kamis, 30 Oktober 2025. Pertemuan itu berlangsung di sela-sela APEC Economic Leaders Meeting untuk menindaklanjuti penjajakan kerja sama perdagangan.
Potensi Perdagangan Indonesia-Meksiko
Hingga saat ini, Indonesia dan Meksiko belum memiliki perjanjian dagang bilateral resmi. Padahal, Meksiko menempati posisi ke-21 sebagai tujuan ekspor dan ke-44 sebagai sumber impor bagi Indonesia.
Sepanjang Januari–Agustus 2025, total perdagangan kedua negara tercatat mencapai US$1,87 miliar. Ekspor Indonesia ke Meksiko sebesar US$1,65 miliar, sementara impor dari Meksiko hanya US$219,50 juta, menunjukkan surplus perdagangan yang cukup besar bagi Indonesia.
Comparative Insight dengan Perjanjian Dagang Lain
Budi menilai bahwa negosiasi dengan negara yang memiliki total trade relatif besar lebih kompleks dan memakan waktu. Contohnya, kerja sama dengan Uni Eropa memerlukan waktu hingga 10 tahun untuk diselesaikan.
Sebaliknya, perjanjian dengan negara seperti Peru dapat rampung dalam kurun waktu kurang dari dua tahun. Pendekatan ini menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk mempercepat kesepakatan dengan Meksiko melalui strategi yang tepat dan diplomasi aktif.
Dampak Perjanjian terhadap Ekonomi Nasional
Perjanjian bilateral yang cepat disahkan diharapkan dapat mendorong ekspor Indonesia ke Meksiko lebih lancar. Hal ini juga memberi peluang bagi pelaku usaha dalam negeri untuk memperluas pasar dan meningkatkan nilai tambah produk domestik.
Selain itu, keberhasilan kesepakatan dagang bilateral diharapkan menjadi model bagi negosiasi dengan negara lain di kawasan Amerika Latin. Strategi pengecualian tarif ini diyakini bisa memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah perdagangan internasional.
Harapan Mendag
Budi Santoso menekankan bahwa negosiasi dagang dengan Meksiko merupakan bagian dari upaya memperluas pasar ekspor. Pendekatan persuasif yang disertai strategi diplomasi tegas diyakini mampu mempercepat penyelesaian perjanjian.
Dengan rampungnya kerja sama bilateral, Indonesia dapat mengoptimalkan ekspor, menjaga surplus perdagangan, dan memperkuat hubungan ekonomi dengan Amerika Latin. Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa strategi negosiasi kreatif dapat membawa keuntungan ekonomi bagi negara.